Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Template

Powered by Blogger

Rabu, 03 Februari 2010

Antara achievement effectivity (UN) dan prediction effectivity (SNMPTN)

Ujian Nasional (UN) pada dasarnya merupakan proses evaluasi keseluruhan dari proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah lanjutan pertama dan menegah. Sehingga kriteria utama dalam penilaian kualitas UN adalah achievement effectivity, yaitu sejauh mana alat ukur evaluasi ini dapat mengukur secara tepat kemampuan riil atau prestasi siswa. Dengan kata lain proses penilaian akan melihat pada aspek kualitatif siswa, yang prestasinya baik maka akan mendapatkan nilai UN yang baik pula.

Berbeda dengan UN, kriteria utama kualitas SNMPTN adalah prediction effectivity, yaitu sejauh mana alat ukur evaluasi ini dapat mengukur secara tepat kemampuan potensial atau "potensi dalam" seorang kandidat mahasiswa baru. Dengan kata lain, kandidat yang potensinya besar mendapat skor SNMPTN yang tinggi, demikian pula sebaliknya.

Namun yang harus dilihat dalam persoalan ini adalah konteks dari pelaksanaan dua momentum besar diatas. Jika peran sekolah untuk meningkatkan standar mutu siswa secara nasional, yang direpresentasikan oleh guru, maka proses penilaian UN juga harus melibatkan aktor-aktor pengajar yang selama 3 tahun melakukan penilaian di tiap semester kepada siswa-siswinya baik ditingkat pertama dan menegah. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses kelulusan seorang siswa kemudian ditentukan pula oleh pendidik yang selama proses pembelajaran terlibat aktif yakni guru itu sendiri.

Sekolah pada dasarnya harus diberikan “porsi” yang lebih besar guna melakukan proses evaluasi akhir bagi siswanya dan diarahkan untuk mampu menjadi penentu dalam proses kelulusan siswa itu sendiri. Namun yang harus diperhatikan juga adalah kredibilitas dan obyektifitas sekolah dalam melakukan penilaian, sehingga proses UN betul-betul jauh dari interfensi yang kontra produktif dengan prestasi siswa. Relasinya kemudian pada tingkat SNMPTN adalah sekolah dapat memberikan rekomendasi terhadap siswa-siswa yang berprestasi untuk diajukan kepada perguruan tinggi negeri maupun suasta.
DEPDIKNAS sebagai sebuah institusi negara yang memiliki legitimasi di bidang pendidikan, seharusnya mampu melihat aktifitas pembelajran di sekolah pertama dan menegah sebagai sebuah proses yang menyeluruh. Hal ini akan berakibat pada format kebijakan yang nantinya akan dikeluarkan. Jika proses belajar mengajar dilakukan dan dilaksanakan sepenuhnya oleh sekolah, maka proses penentuan dan penilaian soal-soal dalam UN juga harus melibatkan sekolah. Sehingga proses UN di masing-masing daerah memiliki format soal dan mekanisme penilaian yang berbeda, sesuai dengan model pendidikan yang dilaksanakan di masing-masing daerah.

Secara sederhana DEPDIKNAS dalam kapasitasnya sebagai institusi yang bertanggung jawab di ranah pendidikan harus mampu melihat proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan di masing-masing daerah. Dari sini kemudian format pelaksanaan UN mampu merepresentasikan model pendidikan yang ada di masing-masing daerah yang ada di Indonesia.

Oleh: Taufiq Saifuddin
Ketua Umum HMI KORKOM UIN Sunan Kalijaga.

Tidak ada komentar: