Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Template

Powered by Blogger

Rabu, 16 Desember 2009

MENUMBUHKAN BUDAYA MEMBACA; PERAN PENDIDIKAN DALAM MENCIPTAKAN MAHASISWA AKRAB DENGAN PERPUSTAKAAN

Oleh: Tauifq Saifuddin
A. Pendahuluan
Baca! Seruan tersebut seolah mengarahkan kita pada sebuah aktifitas yang terkadang “membosankan”, hal ini diakibatkan oleh banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah karena membaca belum menjadi sebuah budaya yang membingkai masyarakat, sehingga slogan yang menyatakan bahwa ”membaca adalah kunci masa depan” hanya sekedar menjadi jargon belaka tanpa eksistensi yang secara empirik memiliki daya dobrrak untuk mengarahkan kita untuk menjadikan buku sebagai ruang pengayaan potensi diri.
Hampir semua pengamat pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa minat baca masyarakat Indonesia amat rendah. Di atas kertas, 90 % penduduk Indonesia bebas buta huruf. Namun pada Hari Aksara Internasional tahun 2003, ditunjukkan bahwa 18,7 % penduduk Indonesia di atas usia sepuluh tahun buta huruf. Apa artinya gejala ini? Tafsir paling dekat akan mengatakan bahwa masyarakat Indonesia belum memiliki budaya baca.
Jika ilmu diumpakan sebagai darah dalam tubuh kita dan tubuh kita merupakan sistem perguruan tinggi, maka perpustakaan bagi perguruan tinggi tersebut adalah jantung yang mengalirkan ilmu kepada anak didik melalui dosen sebagai pembuluh darahnya. Oleh karena itu bila kita menginginkan perguruan tinggi itu sehat maka jantungnyapun harus dalam keadaan sehat. Agar terjadi learning process maka perpustakaan harus kuat terutama dari segi koleksi dan fasilitas untuk akses ke informasi global serta SDM yang menjadi fasilitator dalam pelacakan informasi.
Ada beberapa pengertian Perpustakaan, diantaranya:
1. Perpustakaan adalah organisasi, berupa lembaga atau unit kerja yang bertugas menghimpun koleksi pustaka dan menyediakannya bagi masyarakat untuk dimanfaatkan. Lembaga merupakan organisasi yang otonom, sedang unit kerja merupakan organisasi di dalam organisasi, sehingga memiliki lembaga induk. (Soetminah ; Yogyakarta; Kanisius, 2000).
2. Perpustakaan merupakan salah satu sarana pelestarian bahan pustaka sebagai hasil budaya dan mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.
3. Perpustakaan adalah institusi yang mengumpulkan pengetahuan tercetak dan terekam, mengelolanya dengan cara khusus guna memenuhi kebutuhan intelektualitas para penggunanya melalui beragam cara interaksi pengetahuan.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik sebuah konsespsi awal bahwa perpustakaan merupakan sebuah institusi yang secara terlembaga mengumpulkan pengetahuan baik dalam bentuk cetak maupun elektronik. Salah satu penopang ditingkatan universitas untuk memajukan kualitas pendidikan adalah perspustakaan itu sendiri dengan segala bentuk fasilitas yang dimiliki. Maka perpustakaan dalam dinamika pendidikan memiliki peranan yang sangat penting. Untuk itu perlu kemudian pendidikan memiliki hubungan relasional dengan perpustakaan untuk menumbuhkan budaya baca.
Sebenarnya keberadaan ideal perpustakaan di Indonesia sudah tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) serta beberapa pasal didalam penjabarannya. Pembukaan UUD 1945 menyebutkan salah satu tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kehidupan bangsa yang cerdas hanya akan terwujud apabila setiap warga negara juga hidup cerdas. Sehingga merupakan kewajiban setiap warga negara untuk hidup cerdas yang hanya dapat dicapai melalui belajar. Oleh karena itu setiap warga negara wajib untuk belajar. Dan pemerintahlah yang wajib menjamin kesempatan dan sarana belajar tersebut.
Lebih tegas pasal 31 UUD 1945 ayat 1 menyebutkan: setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Sedang ayat 2 berbunyi: setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib memberikan fasilitas. Dan sarana yang paling demokratis untuk belajar adalah perpustakaan. Sehingga pemerintah wajib menyediakan perpustakaan bagi masyarakat sebagai konsekuensi dan kelanjutan dari kewajiban warga negara mengikuti pendidikan dasar. Dengan demikian akan memenuhi makna perpustakaan sebagai sarana atau tempat belajar untuk menciptakan charakter building bangsa.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kemudian perpustakaan sebagai penopang pendidikan mampu melakukan sebuah rekayasa sistematis untuk menumbuhkan minat baca mahasiswa. Tulisan sederhana ini akan melakukan eksplorasi guna meningkatkan budaya baca sehingga mampu terbangun sebuah diskursus dari peran perpustakaan itu sendiri dalam pendidikan menuju character building bangsa. Dan salah satu upaya menuju cita-cita tersebut adalah menjadikan mahasiswa akrab dengan perpustakaan.
B. Fungsi Perpustakaan Bagi Perguruan Tinggi
Attherton maupun Weisman mendefinisikan Perpustakaan sebagai salah satu jenis sistem informasi yang spesifik. Merupakan suatu kumpulan dokumen (dalam arti luas), yang terorganisasi, serta terpelihara untuk kepentingan rujukan dan bahan ajar dalam proses pendidikan. Namun bila dianalisis lebih jauh argumentasi diatas akan mengalami pengembangan makna, mengapa? Karena fungsi dan tugas perpustakaan di perguruan tinggi lebih dari sekedar definisi tersebut diatas. Analisis lebih jauh yang bisa didefinisikan dalam konteks ini adalah:
- Perpustakaan sebagai salah satu jenis sistem informasi yang spesifik.
- Perpustakaan merupakan suatu kumpulan dokumen (dalam arti luas), yang teror-ganisasi, serta terpelihara untuk kepen-tingan rujukan dan bahan ajar dalam proses pendidikan
- Selain melakukan fungsi-fungsi pengumpulan bahan pustaka, pengolahan bahan pustaka (katalogisasi), serta melakukan layanan sirkulasi bahan pustaka, perpustakaan juga melakukan penciptaan, publikasi, serta disseminasi informasi. Bahkan perpustakaan juga melakukan pengumpulan rekaman hasil-hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak perencanaan, sedang berjalan dan sesudah selesai.
Dengan definisi seperti tersebut diatas maka dapat dirumuskan fungsi perpustakaan sebagai berikut:
1. Sebagai pusat sistem belajar mengajar bagi civitas akademika perguruan tinggi yang bersangkutan sehingga menghasilkan lulusan yang bermutu tinggi.
2. Sebagai tempat terselenggaranya penelitian bagi civitas akademika perguruan tinggi sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berkembang dengan baik.
3. Sebagai sarana untuk kerjasama dengan pihak-pihak luar perguruan tinggi dalam pengumpulan, pengolahan serta penyebarluasan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Sebagai sarana untuk mengakses informasi baik di dalam kampus maupun luar kampus, bahkan luar negeri.
5. Sebagai sarana untuk pemanfaatan koleksi secara bersama dengan perpustakaan lain sehingga memperlancar pencarian maupun penyebaran informasi.
Dengan adanya fungsi informasi dari perpustakaan, maka pengguna memperoleh manfaat berupa informasi, ketrampilan, dan ilmu (pengetahuan), artinya pengguna tersebut belajar atau mendididik dirinya sendiri, yang pada gilirannya akan termotivasi untuk memanfaatkan perpustakaan sebagai sarana penelitian. Sehingga perpustakaan juga mempunyai fungsi pendidikan dan fungsi penelitian.
Dari kerangka diatas dapat ditarik sebuah benang merah bahwa perpustakaan dalam perguruan tingg memiliki posisi yang sangat strategis guna menopang proses pendidikan itu sendiri, sehingga proses pelayanan dan fasilitas dari perpustakaan itu sendiri harus mampu meningkatkan dan merangsang budaya membaca mahasiswa yang merupakan bagian terpenting dalam mengembangkan perpustakaan itu sendiri. Dengan demikian alternatif strategi yang bisa dijalankan adalah bagaimana membuat mahasiswa akrab dengan perpustakaan.
C. Menciptakan Mahasiswa Akrab dengan Perpustakaan Melalui Budaya Membaca.
Disadari atau tidak Lemahnya minat baca mahasiswa bukan hanya disebabkan kurang tersedianya buku-buku di perpustakaan universitas, namun sebabnya sudah mulai jauh sebelum masuk universitas, dorongan untuk membaca tidak ditumbuhkan dalam jenjang pendidikan pra-perguruan tinggi. Kurangnya dorongan untuk membaca ini bukan hanya problem sosial-budaya, sebagaimana disinyalir oleh Jane Campbell dengan faktor pertama dan kedua di atas tadi, melainkan juga problem pendidikan formal, pendidikan yang terstruktur.
Sampai-sampai diusulkan agar perlu disediakan jadwal khusus untuk membaca di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi, tentu saja dengan mengandaikan adanya sarana perpustakaan sekolah atau perguruan tinggi yang memadai. Akan tetapi, jadwal khusus itu pun belum cukup, perlu juga diberikan pendampingan pada anak didik maupun mahasiswa, bagaimana (1) membaca dan (2) mengungkapkan kembali apa yang mereka baca dengan cara mereka sendiri.
Persoalan diatas kemudian menjadi sebuah tantangan yang mesti dijawab oleh perpustakaan sebagai pusat informasi pengetahuan yang terlembaga, yang lebih spesifik lagi perpustakaan di lingkungan perguruan tinggi. Sehingga acuan pendidikan harus pula mampu diarahkan pada pemberdayaan perpustakaan guna membangun budaya baca mahasiswa. Dari sini kemudian diharapkan mampu melahirkan output perguruan tinggi yang kompetitif dan kompeten secara kualitas.
Usaha untuk meningkatkan minat dan budaya baca, harus dilakukan secara terus menerus dilingkungan perguruan tinggi, begitu pula dilingkungan pendidikan. Usaha yang berkesinambungan tersebut dapat dirumuskan antara lain sebagai berikut:
 Adanya perpustakaan yang memadai
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 0686/U/1991 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi salah satu syarat untuk mendidirkan perguruan tinggi adalah adanya sarana dan prasarana perpustakaan. Dalam SK tersebut disebutkan sekurang-kurangnya perguruan tinggi memiliki gedung/ruangan seluas 500 meter persegi. Namun untuk dapat menarik mahasiswa masuk ke perpustakaan maka ruangan harus ditata sedemikian rupa sehingga pengunjung menjadi betah di perpustakaan.
 Adanya koleksi yang juga memadai
Koleksi merupakan komponen yang paling penting bagi perpustakaan. Koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan adalah sekurang-kurangnya buku wajib bagi setiap mata ajaran, dengan jumlah memadai. Menurut SK Mendikbud 0686/U/1991 setiap mata kuliah dasar keahlian dan mata kuliah keahlian harus disediakan dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10% dari jum-lah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut. Untuk meningkatkan koleksi ini memang cukup mahal. Namun bila pustakawan memiliki kreatifitas tinggi, maka dia dapat memanfaatkan tawaran-tawaran donasi dari beberapa instansi baik nasional maupun internasional. Bahkan saat ini banyak dokumen baik buku, artikel jurnal maupun tesis dan disertasi yang dapat diperoleh gratis dari internet.
 Penciptaan lingkungan yang kondusif
Lingkungan akademik yang baik (academic atmosfer) akan mendorong mahasiswa untuk menggunakan perpustakaan. Dosen yang rajin membaca akan selalu memberikan tugas membaca bagi mahasiswanya. Jika perpustakaan dapat memberikan layanan yang baik dan menyediakan kebutuhan literatur yang dibutuhkan oleh pengguna, maka mahasiswa akan banyak mendatangi perpustakaan. Lingkungan akademik ini memang tidak bisa diciptakan sendirian oleh perpustakaan, namun harus bekerjasama dengan dosen dan pimpinan universitas. Disinilah hubungan relasional antara perpustakaan dan praktek pendidikan.
 Promosi minat baca
Ketidakhadiran mahasiswa dan dosen ke perpustakaan sering disebabkan karena ketidaktahuan mahasiswa dan dosen tersebut terhadap keberadaan koleksi serta layanan perpustakaan. Karena itu promosi kepada mahasiswa dan dosen perlu dilakukan dengan gencar. Saat ini promosi dapat dilakukan melalui web site, mailing list, surat elektronik kepada dosen perorangan, dan bahkan memanfaatkan pertemuan atau rapat di fakultas maupun jurusan.
 Melakukan Lomba Menulis
Perpustakaan dapat bekerjasama dengan pihak luar baik penerbit buku maupun pihak yang lain dalam mengadakan lomba menulis. Tingkatan lomba dapat dibuat misalnya ada lomba menulis abstrak atau ringkasan artikel, ringkasan buku dan lain-lain. Namun juga bisa lomba menulis artikel utuh. Dengan hadiah yang menarik biasanya lomba ini dapat menarik minat mahasiswa untuk ikut dalam lomba tersebut.
D. Penutup
Semangat pendidikan pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari peran perpustakaan guna menciptakan character building Bangsa. Output perguruan tinggi kemudian dipengaruhi pada tingkat partisipasinya terhadap perpustakaan sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Hal ini kemudian menjadi tuntutan zaman yang harus dijawab oleh perpustakaan guna membangun dan melakukan rekayasa sistematis terhadap minat dan membudayakan budaya baca terhadap mahasiswa.
Di lingkungan akademik perpustakaan mempunyai kedudukan dan peran yang sangat vital untuk meningkatkan mutu suatu perguruan tinggi. Oleh karena itu perpustakaan sering disebut sebagai jantung dari suatu perguruan tinggi. Jika jantung perguruan tinggi ini sehat, maka dia akan dapat mengalirkan dan mendistribusikan darah (yang diibaratkan sebagai ilmu pengetahuan) ke seluruh tubuh perguruan tinggi tersebut. Karena itu tugas kita bersama, termasuk dosen dan pimpinan universitas, serta mahasiswa untuk selalu memperbaiki kinerja dan fasilitas perpustakaan itu sendiri sehingga perpustakaan bisa sehat dan bisa menjalankan fungsinya dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Ke-budayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (1994). Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Perguruan Tinggi. Jakarta. Ditjen Dikti, Depdikbud.
Sularto, St. , Brata, Wandi S., dan Benedanto, (2004) Bukuku Kakiku , Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Wiranto, F.A., Supriyanto, dan Suryaningsih, R.M. Sri, (1997) Perpustakaan Menjawab Tantangan Jaman, Semarang : Penerbit Unika Soegijapranata.

Tidak ada komentar: